Budaya membaca di
Jepang terkenal di seantero dunia bahkan saya hingga detik ini sering melihat
cukup banyak orang Jepang yang membaca (entah komik/novel/koran /majalah) di
dalam kereta api listrik yang sedang melaju dengan kencang.
Pemandangan membaca di
dalam kereta api listrik (bahasa Jepang : densha) adalah pemandangan yang jamak
buat saya. Yang sering saya amati biasanya penumpangnya jarang mengobrol,
biasanya sibuk membaca baik koran atau komik, bermain HP, ataupun mendengarkan
musik. Itu yang biasa saya lihat, lumrah tidak berlebihan, namanya juga Jepang,
budaya membacanya sudah mendarah daging.
Akan tetapi kalau membaca sambil berdiri itu yang luar biasa.
Saya hanya membatin, " Sungguh mantap sekali manusia Jepang ini, bisa
membaca sambil berdiri. Apakah tidak merasa mual, pusing atau muntah? Daya
tahan tubuh yang luar biasa ". Melihat orang Jepang membaca tanpa
sedikitpun merasa terganggu konsentrasi membaca, bikin saya teringat dengan bikhu
Shaolin yang sedang semedi. Kalau hanya membaca sambil berdiri kira-kira 10
menit, mungkin saya tidak terkagum-kagum seperti ini.
Kebetulan kereta api
listrik (densha) yang saya tumpangi cukup jauh perjalanannya, sekitar 50-55
menit. Saat itu keadaan penuh sesak, sekitar pukul 17:00 dimana banyak pelajar
atau pekerja berebut tempat didalam densha, rata-rata pun seperti saya terpaksa
berdiri karena tidak memperoleh tempat duduk.
Densha ini berhenti di
tiap stasiun, otomatis saya hanya sekedar mengamati keadaan penumpang, sembari
berharap semoga cepat sampai di tempat tujuan. Orang Jepang yang saya amati tersebut
tetap asyik masyuk membaca tanpa memperdulikan keadaan sekelilingnya. Lebih
dari 5 kali stasiun masih juga tidak dapat tempat duduk, akhirnya saya pun
memutuskan tetap bergelantungan alias berdiri berdesakan dengan penumpang yang
lain, sembari asyik mengamati orang Jepang tersebut.
Saya amati setiap
berhenti di stasiun, orang Jepang tersebut (Mr. X) tetap tidak terpengaruh
dengan keadaan sekeliling, tetap asyik membaca tanpa merasa terganggu,
luarbiasa. Dan yang saya lihat bukan hanya 1 manusia Jepang yang seperti ini,
akan tetapi ada beberapa dalam gerbong kereta tersebut. Yang lain yang
kebetulan beruntung dapat tempat duduk, tentu saja, membaca sambil duduk.
Mungkin anda heran apanya
yang luar biasa dengan orang membaca? Saya yang sudah cukup lama tinggal di
Jepang masih juga terheran-heran dengan budaya membaca di Jepang. Harus diakui
budaya membaca orang-orang Jepang memang tinggi.
Ingat komik pasti
ingat rajanya komik di dunia yaitu negara Jepang. Bahkan arti kata komik dalam
bahasa Jepang yaitu Manga (baca: man-ga atau man-ng-ga) dikenal luas oleh
penggemar komik Jepang diseluruh dunia. Sebut saja komik yang terkenal di dunia
seperti, Naruto, Death Note, Dragon Ball, Detektif Conan, Azumanga Daioh, Area 88,
Clamp no Kiseki (kelompok penulis kontroversial di Jepang-komik dewasa),
Shin-chan, Uchi no sanshimai, dan masih banyak lagi. Tidak ada habis-habisnya
bercerita tentang Komik di Jepang karena jumlahnya yang begitu banyak. Bagi
seorang kutu buku pastilah Jepang terasa seperti " surga" buku/komik
yang begitu banyak dan lengkap jumlahnya.
Salah satu toko buku yang
sangat terkenal di berbagai lapisan rakyat Jepang adalah KINOKUNIYA shoten
(Toko buku Kinokuniya). Tentu saja masih ada banyak toko buku di Jepang selain
Kinokuniya shoten, akan tetapi Kinokuniya shoten merupakan salah satu pionir
toko buku di Jepang. Luar biasa toko buku Kinokuniya yang telah berdiri sejak
tahun 1927, koleksi bukunya sungguh lengkap, dijamin seorang kutu buku akan
langsung jatuh cinta. Mulanya toko buku Kinokuniya pun hanya memiliki 1 toko
buku yaitu di Shinjuku, Tokyo. Pendiri Kinokuniya shoten adalah Tanabe Moichi.
Saat ini kinokuniya shoten telah menjelma menjadi
jaringan toko buku yang sangat familiar bagi rakyat Jepang. Kinokuniya shoten
yang dioperasikan oleh Kinokuniya Company Ltd, saat ini telah sukses membuka 61
gerai toko buku di seluruh Jepang dan bahkan sukses pula merambah ke
luarnegeri. Ada 23 gerai toko buku Kinokuniya yang berada di luarnegeri
termasuk Indonesia.
Silakan buka websitenya, http://www.kinokuniya.co.jp/english/
Memang harus diakui orang
Jepang sangat akrab dengan buku. Kegemaran membaca buku yang mendarah daging
apalagi ditunjang dengan kemudahan dan fasilitas yang sangat mendukung hobi
membaca ini. Misalnya, perpustakaan. Apalagi pemerintah dan juga Kaisar Jepang
pun tergolong menyukai buku, klop sudah rakyat, pemerintah dan Kaisar pun
sama-sama " gila " buku.
Saya paling terkesan saat
membaca sejarah Jepang, pasca pengeboman Hiroshima-Nagasaki, tahun 1945. Jepang
jelas-jelas hancur, luluh lantak, baik nyawa manusia yang terbunuh akibat
jatuhnya bom atom juga harga diri sebagai bangsa yang berdaulat. Dalam kondisi
yang serba hancur, Kaisar Hirohito (Kaisar Jepang saat itu) berusaha membangun
kembali negaranya.
Kaisar Hirohito paham
bahwa bangsanya berada di titik terendah, semangat dan harga diri sebagai
bangsa telah jatuh. Walaupun Kaisar Hirohito pedih akan tetapi tidak sibuk
berkutat untuk memerintahkan menghitung nyawa rakyat Jepang yang terbunuh,
tentara yang gugur dalam medan peperangan atau armada perang yang tertembak
musuh, dan lain-lain. TIDAK. Kaisar Hirohito paham dan sadar, yang paling
penting adalah bangkit kembali dari keterpurukan dan berusaha melanjutkan
hidup. Perintah Kaisar Hirohito sungguh mencengangkan " Kumpulkan jumlah
guru yang masih tersisa/hidup."
Rakyat Jepang sangat
mengagungkan Kaisar Jepang (bahkan hingga saat ini). Akibat perintah tersebut,
rakyat Jepang sadar bahwa harus mampu bangkit dari keterpurukan. Jepang memang
harus diakui sumber daya alam (SDA) sangat minim, akan tetapi untuk sumber daya
manusia (SDM) boleh dibanggakan. Terbukti hampir 99 % rakyat Jepang melek
huruf. Tidaklah mengherankan Jepang mampu bangkit kembali dari kehancuran di
tahun 1945.
Akhir kata, moral
artikel ini hanya satu, membaca dan pendidikan amatlah sangat penting. Jangan
sekedar tergantung dengan sumber daya alam dalam membangun bangsa, yang
terpenting justru sumber daya manusia. Dengan sumber daya manusia yang terdidik
maka jalan menuju bangsa yang maju seperti Jepang akan semakin terbuka lebar.
Sedangkan bila terlalu menggantungkan sumber daya alam maka hanya membuat
rakyat menjadi malas, bagaimanapun sumber daya alam suatu saat akan habis.
Ibarat kata, warisan sebanyak apapun akan habis, bila pewarisnya bodoh, suka
berfoya-foya dan malas. Sialnya, saat tiba masa cucu-cicit hanya akan tersisa
utang setumpuk gunung dan membebani hidup keturunan selanjutnya. Saya bukan
bermaksud menggurui para pembaca, tetapi itulah yang cukup banyak saya lihat
dalam pengalaman hidup.
Kesimpulan :
Jadi pada dasarnya orang-orang di negeri sakura itu mempunyai
hobi membaca (entah komik/novel/koran /majalah) di dalam kereta api listrik
yang sedang melaju dengan kencang.Pemandangan membaca di dalam kereta api
listrik (bahasa Jepang : densha) adalah pemandangan yang jamak. Yang sering diamati biasanya penumpangnya jarang
mengobrol, biasanya sibuk membaca baik koran atau komik, bermain HP, ataupun
mendengarkan musik. Itu yang biasa terlihat, lumrah tidak berlebihan, namanya juga Jepang,
budaya membacanya sudah mendarah daging.